Minggu, 02 Maret 2014

Poin Penting SKB Pengaturan Iklan Kampanye

Jakarta - Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang pengaturan iklan politik di lembaga penyiaran akhirnya ditanda tangani (Jumat 28/2/2014). SKB itu meminta semua lembaga penyiaran atau peserta pemilu menghentikan iklan politik sebelum kampanye resmi dimulai.

Kesepakatan moratorium tersebut diteken ketua KPU Husni Kamil Manik, Ketua Bawaslu Muhammad , Ketua KPI Judhariksawan , dan ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Abdul Hamid Dipopramono.

Dalam keterangan tertulis yang diperoleh , kesepakatan itu menyebutkan pengaturan iklan kampanye. Lembaga Penyiaran dan peserta pemilu wajib menaati ketentuan maksimum batas iklan kampanye. Yakni secara kumulatif dengan ketentuan sebanyak 10 spot berdurasi paling lama 30 detik untuk setiap televisi per hari selama masa kampanye.

10 spot berdurasi 60 detik atau 1 menit untuk stasiun radio setiap harinya selama masa kampanye pemilu berlangsung.

Ketentuan lainnya, lembaga penyiaran dan peserta pemilu untuk menjual spot iklan yang tidak dimanfaatkan peserta pemilu kepada peserta pemilu yang lain. Standar tarif iklan kampanye juga harus ditentukan media dan berlaku sama untuk semua peserta pemilu.

Kemudian di masa tenang, segala bentuk pemberitaan , rekam jejak , dan program program yang mengandung unsur kampanye dilarang muncul di lembaga penyiaran. Sementara soal hasil hitung cepat (Quick Count) hasil pemilu, disepakati lembaga penyiaran hanya boleh lembaga yang memperoleh izin dari KPU. "Disiarkan paling cepat 2 jam setelah pemungutan suara selesai di wilayah Indonesia bagian barat" kata Abdul Hamid.

Lembaga penyiaran juga wajib menyampaikkan informasi tentang sumber dananya. Selain itu, mereka menyatakan bahwa hasil Quick Count tersebut bukan merupakan hasil resmi penyelanggara pemilu.

Di bagian lain, Ketua DPR RI Marzuki Ali menilai penerapan moratorium yang diteken dalam SKB oleh 4 lembaga, yang tergabung dalam gugus tugas pengawasan dan pemantauan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye pemilu , tidak akan efektif. "Tidak efektif karena sudah mepet dengan jadwal kampanye resmi" kata Marzuki.

Berbeda halnya, jika aturan itu sudah diterbitkan 1 atau 3 bulan , bahkan dari setahun yang lalu. Ketika iklan politik dari parpol belum marak seperti saat ini. Menurut Marzuki, moratorium tersebut tidak memberikan pengaruh terhadap semua partai. Namun, hanya berdampak pada pimpinan partai yang memiliki saham di perusahaan media.

Sumber : Jawa Pos 1 Maret 2014.